Pusat Informasi dan Publikasi Mata Pelajaran Informatika MAN 3 Majalengka

Saturday, December 12, 2020

Gedung Asrama SBSN 2019 Pemacu Prestasi MAN 3 Majalengka

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Majalengka berdiri sejak tahun 1997 sebagai “bungsu” dari dua MAN lainnya di Kabupaten Majalengka. Sebagai bungsu, MAN 3 Majalengka harus bekerja lebih keras untuk bisa meningkatkan akses dan mutu pendidikannya. Pada tahun 2019 alhamdulillah MAN 3 Majalengka mendapat anugerah yang luar biasa dari Kementerian Agama RI melalui Direktorat KSKK Madrasah Dirjen Pendis berupa bantuan pembangunan Gedung Asrama Siswa Terpadu dengan denah pembiayaan dari dana SBSN (Surat Berharga Syariah Negara). Kehadiran gedung asrama yang megah ini membawa semangat baru bagi seluruh civitas akademik MAN 3 Majalengka untuk bekerja dan berusaha lebih keras dalam meningkatkan mutu pendidikan madrasah. MAN 3 Majalengka terus berjuang mewujudkan MAN Unggulan Berasrama dengan program-program unggulan keterampilan dan keagamaan. Program keterampilan meliputi tata busana, tata boga dan multimedia. Sedangkan program keagamaan meliputi tahfidzul Qur'an, kaligrafi, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.


Peningkatan akses dan mutu pendidikan yg dicapai oleh MAN 3 Majalengka setelah memiliki gedung asrama tersebut di antaranya:

1. Peningkatan secara signifikan pada jumlah pendaftar PPDB tahun 2020/2021. 

2. Juara Harapan 1 Pramuka tingkat Nasional.

3. Best Event Lounching Go Digital Center and Workshop tingkat Nasional.

4. Juara II LKBB WUKUF Nasional 3.0. 

5. Pada tahun 2020 ini ikut berpartisipasi dlm berbagai lomba tingkat nasional yang belum pernah diikuti pada tahun-tahun sebelumnya seperti Lomba Syiar Anak Negeri, Lomba Madrasah Vlog Competition, Lomba Akademi Madrasah Digital, mengirimkan 4 karya pada lomba Madrasah Young Research.

6. Pada tahun 2020 juga MAN 3 Majalengka mengikutsertakan dua tim robotik pada Lomba Madrasah Robotics Competition (MRC). Keikutsertaan MAN 3 Majalengka ini adalah untuk pertama kalinya, namun alhamdulilah kedua tim tersebut lolos 30 besar MRC 2020 dan bersiap mengikuti tahap berikutnya yaitu Semifinal MRC 2020 yang akan memperebutkan posisi 9 besar pada tanggal 14 Desember 2020 dan selanjutnya semoga melaju ke Babak Final. Kedua tim tersebut adalah TechnoSquad 1 untuk kategori Maze Solving dan TechnoSquad 2 untuk kategori Line Follower Analog dalam bimbingan Lilis Juwita, S.Kom yang merupakan Guru Informatika MAN 3 Majalengka.

Seluruh civitas akademik MAN 3 Majalengka di bawah kepemimpinan ibu Dr. Hj. Euis Damayanti, M.P.Kim. akan terus bekerja keras dengan bersemangat untuk selalu meraih prestasi, baik dalam bidang akademik, agama, seni, olah raga, teknologi dan lainnya demi tercapainya Madrasah Hebat Bermartabat berkelas dunia.

Tuesday, July 7, 2020

Workshop Persiapan Pembelajaran

Workshop Persiapan Pembelajaran pada MAN 3 Majalengka Tahun Pelajaran 2020-2021 di Masa Pandemi Covid_19 dibuka oleh Kepala Kemenag Kab Majalengka didampingi Pengawas Madrasah Aliyah yang menghadirkan Kepala Bidang Kesiswaan serta Kepala Seksi Kurikulum dan Evaluasi Kantor Kemenag Wilayah Jawa Barat sebagai Narasumber.
Dalam paparannya Kepala Bidang Kesiswaan Kantor Kemenag Wilayah Jawa Barat menyampaikan tentang SKB 4 Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) dalam SKB 4 menteri yang disusun oleh pemerintah mengatur proses pembelajaran di Era New Normal. SKB ini merupakan panduan pembelajaran tahun ajaran baru di masa pandemi Covid-19 dari Perguruan tinggi hingga ke tingkat Pendidikan Usia Dini dan Non Formal.
Untuk wilayah kabupaten Majalengka yang termasuk zona kuning Kabid Kesiswaan menganjurkan agar menunda pendidikan secara tatap muka dan segera mempersiapkan kegiatan pembelajaran secara online.

Tuesday, June 23, 2020

Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru


        Senin, 22 Juni 2020  Panitia PPDB MAN 3 Majalengka Tahun Pelajaran 2020-2021 melaksanakan Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru yang terdiri dari Dua Test yang harus diikuti oleh Calon Peserta didik yang sebelumnya sudah terdaftar secara Online. Menjawab minat masyarakat yang mulai menjadikan Madrasah Aliyah Negeri 3 Majalengka sebagai Pilihan utama lulusan SMP dan MTs di wilayah Majalengka terutama Majalengka wilayah Utara. 
Hal ini terlihat dari jumlah calon peserta didik yang mendaftar jauh sebelum Pendaftaran resmi dibuka. 
       Pelaksanaan seleksi penerimaan peserta didik baru dibuka oleh Kepala Madrasah Ibu Dr. Hj. Euis Damayanti, M.P.Kim yang dalam sambutannya menyampaikan Visi MAN 3 Majalengka yaitu Terwujudnya peserta didik yang berilmu dan beramal berdasarkan nilai-nilai di Era Global. Hal ini dibuktikan dengan keseriusan beliau melengkapi madrasah dengan berbagai fasilitas yang mendukung pembelajaran baik sarana maupun pra sarana madrasah yang saat ini mempunyai gedung asrama, laboratorium komputer, mesin jahit dan lain-lain untuk mewujudkan MAN 3 Majalengka menjadi Madrasah Unggulan Berasrama.

Pengumuman Hasil Seleksi PPDB MAN 3 Majalengka dapat dilihat pada link berikut:

Sunday, June 7, 2020

Dampak Sosial TIK


Sifat Hukum Kekayaan Intelektual

Hukum yang mengatur kekayaan intelektual bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan kekayaan intelektual harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. kekayaan intelektual yang dilindungi di Indonesia adalah kekayaan intelektual yang sudah didaftarkan di Indonesia.

 
Hukum dan Etik Internasional terkait Aspek Legal TIK
Akibat Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Di dalam sebuah organisasi modern, dan di dalam bahasan ekonomis secara luas, informasi telah menjadi sumber daya yang bernilai tinggi, dan telah berubah dan dianggap sebagai sumber daya habis pakai, informasi bukan merupakan barang bebas.
Dalam suatu organisasi informasi memiliki karakter yang multivalue, dan multidimensi.
Dari teori sistem, informasi memungkinkan kebebasan melakukan aktivitas, mengendalikan pengeluaran, mengefisiensikan pengalokasian sumber daya dan waktu. Ruang gerak informasi yang terbuka dan bebas merupakan kondisi yang sangat baik untuk pemanfaatan informasi lebih maksimal.
Informasi juga diharapkan dapat berkembang menjadi informasi multidimensi sehingga dapat digunakan dalam berbagai kemungkinan untuk perkembangan sebuah organisasi atau sistem.
Selain dampak positif atau kebaikan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada berbagai aspek kehidupan, pemakaian teknologi informasi yang tidak pada tempatnya dapat mengakibatkan atau menimbulkan dampak negatif atau akibat buruk bagi pengguna atau pelaku bidang teknologi informasi dan komunikasi itu sendiri, maupun bagi masyarakat luas yang secara tidak langsung berhubungan dengan teknologi informasi tersebut.
Pakar teknologi informasi Indonesia, berpendapat bahwa pengaruh buruk atau kerugian yang disebabkan pemanfaatan teknologi informasi yang tidak pada tempatnya menimbulkan akibat sebagai berikut:
  1. Rasa ketakutan
Ketakutan yang berlebihan disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan tentang perkembangan dan manfaat teknologi informasi dan komunikasi pada masyarakat pada umumnya
  1. Golongan miskin informasi
Golongan miskin informasi bisa dikatakan masyarakat yang jauh dari jangkauan perkembangan teknologi informasi itu sendiri sehingga mereka membentuk suatu golongan minoritas yang justru menarik diri dari perkembangan teknologi informasi ini.
  1. Individualis
Perkembangan teknologi informasi pada sebagian orang membentuk mereka menjadi masyarakat individualis yang tidak terkoneksi dengan lingkungan sekitarnya. Mereka menjadi lebih mementingkan diri sendiri dan cenderung egois.
  1. Kompleksitas
Kompleksitas dan kecepatan perkembangan teknologi informasi yang bisa dikatakan nyaris tidak terkendali, menjadi hambatan sendiri bagi mereka yang tidak dapat mengikuti perkembangan yang terjadi, yang didukung oleh kecepatan akses internet yang semakin cepat sehingga mereka kesulitan ketika harus menyesuaikan kemampuannya dengan perkembangan teknologi informasi yang dianggap sulit untuk sebagian orang tersebut.
  1. Semakin rentan organisasi
Suatu organisasi yang tergantung pada teknologi informasi yang kompleks menjadi lebih rentan. Sehingga dibutuhkan pihak ketiga atau lebih dikenal dengan Third Party Testing untuk menguji kekuatan dan keamanan sebuah organisasi atau sistem.

  1. Pelanggaran privasi
Ketersediaan pengambilan informasi yang canggih dengan segala kemudahan cara mendapatkan informasi, mengakibatkan terjadinya pelanggaran privasi terhadap informasi seseorang atau sebuah organisasi.
  1. Pengangguran dan pemindahan kerja
Ketika sistem otomasi diberlakukan pada sebuah perusahaan maka produktivitas akan meningkat jauh lebih banyak dan proses produksi relatif lebih cepat. Sehingga penggunaan teknologi informasi berdampak hilangnya beberapa pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Hal ini menimbulkan pemutusan hubungan kerja atau pemindahan secara besar-besaran untuk suatu pekerjaan menimbulkan naiknya tingkat pengangguran dan mutasi.
  1. Kurangnya tanggung jawab profesi
Perkembangan teknologi informasi menciptakan teknologi yang memungkinkan pengguna tidak saling bertatap muka hal ini menyebabkan kurangnya tanggung jawab dari sebagian pihak karena tidak ada komunikasi langsung dengan pihak pengguna jasanya. Hal seperti ini memungkinkan seseorang lepas tanggung jawab atau mengalihkan tanggung jawab pada pihak lain.
  1. Kaburnya citra manusia
Keberadaan intelligent terminal, smart machine dan analyst sistem mengaburkan keberadaan dan campur tangan manusia itu sendiri.

Hukum Siber (Cyber Law)
Saat ini kita diperkenalkan dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika.
Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature; dan masih banyak lagi.

Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law), dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang sering kali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (Cyber Space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara hukum kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal tersebut mengakibatkan pelaku lolos dari jeratan hukum.
Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.
Ada beberapa pendekatan untuk menjaga keamanan di Cyber Space, yaitu:
1.    Pendekatan Aspek Hukum
            Dengan melakukan sosialisasi tentang cyber space sehingga masyarakat tahu perilaku apa saja yang melanggar hukum meskipun dilakukan di dunia maya. Termasuk mengedukasi masyarakat tentang hukum yang berlaku dan sanksi bagi pelaku  pelanggaran hukum siber tersebut.
Pendekatan aspek hukum yaitu tersedianya instrumen hukum positif nasional yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi seperti UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan PP No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronika (PSTE) yang salah satunya adalah kebijakan dan regulasi di bidang keamanan informasi.


2.    Pendekatan Aspek Teknologi
            Penyedia layanan informasi lebih meningkatkan SDM nya untuk meningkatkan keamanan jaringan komputer yang mengelola informasi, sehingga pengguna merasa nyaman ketika menggunakan aplikasi, jaringan atau layanan yang mereka diberikan.
Pendekatan tata kelola dan teknologi keamanan informasi, yang dalam hal ini pendekatan dilakukan melalui sistem manajemen keamanan informasi serta melalui pendekatan teknologi yang cermat dan akurat serta up to date agar dapat menutup setiap lubang atau celah yang dapat digunakan untuk melakukan penyerangan dalam dunia siber. 
3.    Pendekatan Aspek Sosial Budaya
Pendekatan sosial budaya, dalam arti memberikan pemahaman dari sudut sosial budaya agar masyarakat memahami secara benar tentang kepedulian akan keamanan informasi khususnya fenomena dalam dunia siber yang bersifat global dan lintas batas (borderless).
4.    Pendekatan Etika
            Pendekatan etika yaitu memberikan pemahaman dari sudut etika mendapatkan dan memanfaatkan informasi secara benar dengan tetap menjaga etika atau kepantasan yang tidak melanggar norma serta hukum yang berlaku baik secara nasional maupun internasional.
Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak, karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.

Aspek Hukum Aplikasi Internet
Aplikasi internet memiliki beberapa aspek hukum. Aspek hukum tersebut meliputi aspek hak cipta, aspek merek dagang, aspek fitnah dan pencemaran nama baik, serta aspek privasi.

1.    Aspek Hak Cipta

Hak cipta yang sudah diatur dalam UU Hak Cipta. Aplikasi internet seperti website dan email membutuhkan perlindungan hak cipta. Masyarakat beranggapan bahwa informasi yang tersedia di internet bebas untuk diunduh, diubah, dan diperbanyak. Ketidakjelasan dan ketidaktahuan masyarakat mengenai prosedur dan pengurusan hak cipta aplikasi internet masih banyak terjadi.

2.    Aspek Merek Dagang

Aspek merek dagang atau branding ini meliputi identifikasi dan membedakan suatu sumber barang dan jasa, yang diatur dalam UU Merek.

3.    Aspek Fitnah dan Pencemaran Nama Baik

Hal ini meliputi gangguan atau pelanggaran terhadap reputasi atau nama baik seseorang, berupa pernyataan yang salah, fitnah, pencemaran nama baik, mengejek, dan penghinaan. Walau semua tindakan tadi dilakukan dengan menggunakan aplikasi online, namun tetap tidak menghilangkan tanggung jawab hukum bagi para pelakunya. Jangan karena melakukan fitnah atau sekadar olok-olok di email atau chat room maka kita bebas melenggang begitu saja tanpa rasa bersalah. Ada korban dari perbuatan kita yang tak segan-segan menggambil tindakan hukum. Karena olok-olok atau bullying ini termasuk Verbal Harasment yaitu kekerasan dengan ucapan atau tulisan.

4.    Aspek Privasi

Di banyak negara maju di mana komputer dan internet sudah diaskes oleh mayoritas warganya, privasi menjadi masalah tersendiri. Ketika seseorang lebih menggantungkan pekerjaannya kepada komputer, makin tinggi pula privasi yang dibutuhkannya. Ada beberapa persoalan yang bisa muncul akibat dari hal privasi ini, yaitu:
1.      Informasi personal apa saja yang dapat diberikan kepada orang lain?
2.      Apa sajakah pesan informasi pribadi yang tidak perlu diakses orang lain?
3.      Apa dan bagaimana dengan pengiriman informasi pribadi yang anonim?

 

Asas-asas Yurisdiksi dalam Ruang Siber (Cyber Space)

Di dalam ruang siber (Cyber Space) pelaku pelanggaran sering kali menjadi sulit dijerat hukum karena hukum dan pengadilan Indonesia belum memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional (lintas negara) tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.
Menurut Darrel Menthe, dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis yuridikasi, kekuasaan mengadili dalam lingkungan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab pada suatu wilayah atau lingkungan kerja tertentu, kekuasaan hukum tersebut yaitu:
  1. The jurisdiction to prescribe
    Kekuasaan hukum atau yurisdiksi untuk menetapkan undang-undang
  2. The jurisdiction to enforce
    Kekuasaan hukum atau yurisdiksi untuk penegakan hukum
  3. The jurisdiction to adjudicate
    Kekuasaan hukum atau yurisdiksi untuk menuntut
Dasar Penentuan Hukum
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku, dikenal beberapa asas atau dasar penentuan hukum yang biasa digunakan, yaitu:
Subjective territoriality
Pemberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat atau lokasi perbuatan pelanggaran hukum dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
Objective Territoriality
Menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum di mana akibat utama atau korban perbuatan pelanggaran hukum itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
Nationality
Memberikan ketentuan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku pelanggaran hukum.
Passive Nationality
Memberikan ketentuan yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan pada kewarganegaraan korban pelanggaran hukum.
Protective Principle
Menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara tersebut dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang pada umumnya digunakan bila korban adalah negara atau pemerintah.
Universality
            Titik tolak penentuan hukum yang seharusnya diberlakukan dalam suatu perkara hukum internasional adalah hukum dari tempat yang merupakan tempat kedudukan dari dimulainya suatu hubungan hukum tertentu.

Bentuk Kejahatan Komputer dan Siber

Penipuan menggunakan sarana komputer (computer fraudulent) dan internet diantaranya adalah:
1.      Pencurian uang, atau harta benda dengan menggunakan sarana komputer atau siber dengan melawan hukum. Bentuk kejahatan ini dapat dilakukan dengan mudah dalam hitungan detik tanpa sepengetahuan siapapun.
2.      Penggelapan, pemalsuan dengan pemberian informasi rahasia melalui komputer yang merugikan pihak lain dan menguntungkan diri sendiri.
3.      Hacking, adalah melakukan akses terhadap sistem komputer tanpa izin atau dengan melawan hukum sehingga dapat menebus sistem pengamanan komputer yang dapat mengancam berbagai kepentingan.
4.      Perbuatan pidana perusakan sistem komputer (baik merusak data atau menghapus kode-kode yang menimbulkan kerusakan pada sebuah sistem komputer dan menimbulkan kerugian pada sebuah perusahaan atau milik pribadi). Perbuatan pidana ini juga dapat berupa penambahan atau perubahan program, informasi, dan media.
5.      Pembajakan, yang berkaitan dengan hak milik intelektual, hak cipta, dan hak paten.

Kelompok Kejahatan Komputer
Kejahatan komputer berdasarkan pada cara terjadinya kejahatan komputer itu menjadi 2 kelompok (modus operandinya), yaitu:
1.      Internal Crime
Kelompok kejahatan komputer ini terjadi secara internal dan dilakukan oleh orang dalam perusahaan (Insider). Modus operandi kejahatan yang sering dilakukan oleh Insider adalah:
1.      Memanipulasi transaksi input dan mengubah data
1.      Mengubah transaksi (transaksi yang direkayasa)
2.      Menghapus atau mengurangi transaksi 
3.      Memasukkan transaksi tambahan
4.      Mengubah atau merekayasa laporan transaksi
2.      Memodifikasi software dan hardware
1.      Merubah software dan hardware tanpa seijin pemilik hak cipta software dan hardware tersebut.
2.      External Crime
Kelompok kejahatan komputer ini terjadi secara eksternal dan dilakukan oleh orang luar yang biasanya dibantu oleh orang dalam untuk melancarkan aksinya. Bentuk penyalahgunaan yang dapat digolongkan sebagai external crime adalah:
1.      Joy Computing
pemakaian komputer orang lain tanpa izin pemiliknya.
2.      Hacking
Mengakses situs atau akun pribadi dan secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
3.      The Trojan Horse
Serangan menggunakan virus, manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau intsruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau, dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
4.      Data Leakage
Melakukan pembocoran data ke luar terutama terhadap data yang harus dirahasiakan.
5.      Data Diddling
Mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, dengan cara mengubah input data atau output data
6.      To Frustrate Data Communication
Membuang atau membiarkan begitu saja data komputer
7.      Software Piracy
Pembajakan software berbayar, pembajakan software terhadap hak cipta yang dilindungi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).

Etika Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Secara umum etika didefinisikan sebagai suatu kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan terhadap masyarakat atas perilaku yang diperbuat. Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral. Etika adalah nilai yang berkaitan dengan benar dan salah yang dianut oleh golongan atau masyarakat.
Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku benar dan salah yang diakui oleh manusia secara universal. Perbedaanya bahwa etika akan menjadi berbeda pada masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Contoh pada sebuah penelitian menyebutkan bahwa jumlah pengguna software bajakan yang berkembang di Asia saat ini bisa mencapai lebih dari 90%, sedangkan di Amerika kurang dari 35%. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat pengguna software di Asia kurang etis dibanding pengguna di Amerika meskipun kita ketahui bahwa Amerika adalah sebuah negara liberal yang mengusung kebebasan tetapi tetap menjungjung tinggi etika menghargai hak atas kekayaan intelektual seseorang atau perusahaan yang mempunyai hak cipta.
Contoh lain adalah ketika kita melihat data milik orang lain atau perusahaan lain yang menjadi rahasi orang atau perusahaan tersebut tanpa seijin pemiliknya, berarti kita bertindak kurang etis.

Hak-hak Atas Teknologi Informasi dan Komunikasi

Hak Sosial dan Komputer
Menurut Deborah Johnson, Profesor dari Rensselaer Polytechnic Institute mengemukakan bahwa masyarakat memiliki :
Hak atas akses komputer
Setiap orang berhak mengakses atau menggunakan komputer tanpa harus memilikinya. Contohnya adalah setiap orang mempunyai hak belajar komputer sengan software yang tersedia.



Hak atas keahlian komputer
            Pada awal perkembangannya, ada kekhawatiran masyarakat akan tergantikannya semua pekerjaan oleh komputer. Namun pada kenyataannya adalah banyak terbuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang memiliki keahlian komputer.
Hak atas spesialis komputer
            Ilmu komputer yang begitu luas dan banyak spesifikasinya sehingga tidak semua orang mampu menguasai seluruh keahlian tersebut maka dibutuhkan spesialisasi untuk masing-masing keahlian pada cabang ilmu komputer yang begitu kompleks seperti halnya dokter dan pengacara.
Hak atas pengambilan keputusan komputer
Masyarakat berhak atas pengambilan keputusan komputer, meskipun hal tersebut banyak yang tidak mengetahuinya.

Hak Atas Informasi
Menurut Richard O. Masson, seorang profesor di Southern Methodist University, mengklasifikasikan hak atas informasi di antaranya adalah sebagai berikut:
Hak atas privasi
Informasi yang bersifat pribadi baik secara individu maupun kelompok organisasi berhak mendapatkan perlindungan hukum atas kerahasiaannya.
Hak atas akurasi
            Keakuratan komputer dalam mengelola sebuah informasi relatif lebih tinggi dibanding pengelolaan yang dilakukan bukan oleh komputer, meskipun hal ini mungkin terjadi oleh pengelolaan bukan komputer tapi kemungkinannya kecil.
Hak atas kepemilikan
            Berhubungan erat dengan hak atas kekayaan intelektual secara umum dalam bentuk program komputer yang dapat dengan bebas disalin dan digunakan secara ilegal. Hal ini dapat dituntut di pengadilan.
Hak atas akses
            Setiap informasi memiliki harga, di mana untuk setiap informasi yang diambil kita harus membayar sejumlah uang untuk mendapatkannya. Misalnya ketika mengunduh software atau file tertentu maka akan diminta account atau ijin akses dari pemilik software atau file yang akan diunduh dengan membayar terlebih dahulu.

Study Kasus

1.    Pembajakan dan penyebaran karya cipta tanpa seijin pemilik
Semakin berkembang teknologi informasi semakin berkembang juga teknologi pemutar medianya, awal perkembangan IT orang lebih mengenalnya dengan CD player atau pemutar CD digital. Selanjutnya, dari format CD, format musik atau audio bergeser ke format MP3. MP3 adalah MPEG (Moving Picture Expert Group) audio layer III. MP3 sebuah ekstensi file yang memungkinkan penyimpanan sebuah musik atau audio dalam ukuran yang lebih kecil, namun tetap tidak berkurang kualitasnya. Tapi, jika kita ingin ukuran file yang lebih kecil, kita juga bisa mengompress ukuran file tersebut, namun dengan konsekuensi, semakin kecil ukuran file, semakin rendah juga kualitasnya. Jadi pada standarnya, kualitas suara yang dihasilkan file MP3, dapat setara dengan kualitas suara yang dihasilkan oleh data dalam format CD.
Demikian mudahnya konversi file menjadi lebih praktis sehingga lebih mudah pula penyebaran file baik untuk dikonsumsi sendiri bahkan untuk diperjualbelikan. Tetapi penyebaran tanpa seijin pemilik hak cipta merupakan sebuah pelanggaran baik itu terhadap hak atas kekayaan itelektual pencipta maupun pelanggaran secara etika.
Pertanyaan:
1.      Apa pendapat kalian tentang kondisi seperti dijelaskan di atas yang sering terjadi pada saat ini?
2.      Bagaimana cara kalian menyikapi kondisi seperti itu?
3.      Apakah upaya yang akan kalian lakukan untuk meminimalkan efek yang terjadi akibat kasus tersebut?
4.      Bagaimana sikap kalian jika karya yang disebarkan tanpa ijin tersebut adalah hasil karya cipta kalian sendiri?

2.    Memodifikasi software dan hardware
Merubah software dan hardware tanpa seijin pemilik hak cipta software dan hardware tersebut. Merubah software atau hardware untuk kalangan tertentu adalah sebuah aktivitas yang menantang kemampuan yang mereka miliki. Dengan alasan supaya mendapatkan software dan hardware yang lebih murah atau bahkan mendapatkannya dengan cuma-cuma, banyak yang melakukan pengembangan software dan hardware tanpa seijin pemilik hak cipta baik untuk dipergunakan oleh sendiri, tapi tak sedikit yang mengambil keuntungan dengan menjual hasil modifikasi tersebut.
1.      Apa pendapat kalian tentang perilaku tersebut?
2.      Bagaimana cara kalian menyikapi aktivitas modifikasi software dan hardware seperti itu?
3.      Apakah upaya yang akan kalian lakukan untuk menghindari perilaku tersebut?
4.      Bagaimana sikap kalian jika software dan hardware tersebut milik kalian sendiri?

Referensi Hukum

Keterikaitan Teknologi Informasi dan Perkembangan Siber dengan Instrumen Hukum Nasional di Indonesia
1.      UU Perlindungan Konsumen
2.      Hukum Perdata Materil dan Formil
3.      Undang-Undang Hukum Pidana
4.      UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
5.      UU No. 10 Tahun 1998 Jo. UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
6.      UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
7.      UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merk
8.      UU Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
9.      UU No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
10.  UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
11.  UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
12.  UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
13.  UU No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten
14.  UU No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
15.  UU No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
16.  UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
17.  Keterkaitan Regulasi dan Forum Penyelesaian Sengketa dengan Hukum Siber
18.  UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
19.  UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Undang-Undang Terkait Cyberlaw
Ada beberapa undang-undang yang terkait cyberlaw, diantaranya:
1.  Pasal 28 UU ITE tahun 2008: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
2.  Pasal 27 UU ITE tahun 2008: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah) diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
3.   Undang-undang nomer 11 tahun 2008 tentang internet & transaksi elektronik (ITE) undang-undang ini disahkan dan di undangkan pada tanggal 21 april 2008.
4.    Pasal 29 UU ITE tahun 2008: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditunjukan secara pribadi (cyber stalking). Ancaman pidana pasal 45(3) setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak 2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
5.    Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara ataupun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman, ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak 800.000.000.00 (delapan ratus juta rupiah).
6.    Pasal 33 UU ITE tahun 2008: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
7.    Pasal 34 UU ITE tahun 2008: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hokum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan dan memiliki.
8.   Pasal 35 UU ITE tahun 2008: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, peribahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau kokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (phising = penipuan situs)
9.   Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tanggal 25 November 2016.  Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dapat diakses melalui klik link disini.